Ketika saya berbicara mengenai moment-moment yang tak terlupakan tentu sangat banyak, apalagi dalam perjalanan kali ini. Pertama kali mengendari sepeda motor dari Medan menuju Pulo Situkkir, Silalahi bukanlah hal biasa untuk seorang cewek. Dalam perjalanan pun saya menemukan banyak ujaran-ujaran orang mengenai keberanian saya ini. Ah, ini memang moment yang tak terlupakan. Selengkapnya dilanjutkan membacanya yah.
Perjalanan untuk menginap dengan menggunakan tenda (read: ngecamp) sudah direncakan sejak seminggu yang lalu bersama teman dari komunitas pencinta alam. Perjalanan ini seharusnya saya lakukan pada minggu lalu, hanya saja kemudian jadwal berubah karena teman saya tersebut ada acara lainnya. Perjalanan pun ditunda menjadi minggu ini, tepatnya tanggal 6 Mei 2017 sekaligus ada kegiatan aksi bersih-bersih seputaran danau toba di Silalahi.
Teman saya yang bernama Luqman tersebut berangkat lebih awal karena memang ada kegiatan bersama anak-anak komunitas My Trip My Adventure (MTMA) Sumut.
Awalnya saya akan berangkat menggunakan transportasi umum seperti bus namun berubah perencanaan ketika malam sabtu itu masuk pesan singkat di akun instagram dari Nesia yang juga merupakan anggota komunitas blogger Medan. Ia mengajak saya ikut kegiatan MTMA Sumut tersebut, saya katakan bahwa akan berangkat juga dan sudah janjian dengan Luqman yang juga merupakan panitia kegiatan ini.
Nesia pun mengatakan akan ikut sehingga saya pun berencana mengendarai sepeda motor dengan membonceng Nesia. Awalnya berfikir Nesia bisa mengendarai sepeda motor namun ternyata tidak bisa (ah,,,bakalan melelahkan ini).
Silahkan baca juga wisata lainnya, WISATA AEK SABAON PANCARKAN AURA SWISS DI SUMATERA UTARA [WISATA TAPSEL]
Awalnya saya akan berangkat menggunakan transportasi umum seperti bus namun berubah perencanaan ketika malam sabtu itu masuk pesan singkat di akun instagram dari Nesia yang juga merupakan anggota komunitas blogger Medan. Ia mengajak saya ikut kegiatan MTMA Sumut tersebut, saya katakan bahwa akan berangkat juga dan sudah janjian dengan Luqman yang juga merupakan panitia kegiatan ini.
Nesia pun mengatakan akan ikut sehingga saya pun berencana mengendarai sepeda motor dengan membonceng Nesia. Awalnya berfikir Nesia bisa mengendarai sepeda motor namun ternyata tidak bisa (ah,,,bakalan melelahkan ini).
Silahkan baca juga wisata lainnya, WISATA AEK SABAON PANCARKAN AURA SWISS DI SUMATERA UTARA [WISATA TAPSEL]
Sabtu, 6 Mei 2017
Perjalanan si Perempuan Dimulai
Hujan deras menghampiri sekitar pukul 11.30 wib. Saya masih menunggu Nesia yang tak kunjung datang. Titik temu kami berdua di seputaran Jalan Jamin Ginting Medan tepatnya Simpang Pos dimana memang lokasi ini ramai dipenuhi aneka bus tujuan arah Brastagi dan seterusnya. Para penumpang ramai yang akan berangkat menuju tujuan masing-masing, terlihat anak muda juga banyak yang akan melakukan trip (terlihat dari peralatan yang mereka bawa).
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 wib, Nesia juga belum terlihat. Saya sudah menunggu hampir satu jam. Saya masih berteduh di pom bensin seputaran simpang pos dengan tas ransel yang tergendong manis di punggung.
Di antara hujan yang deras, terdengar cekikikan para anak muda yang sedang asik mengobrol sambil bercanda tawa. Mereka membicarakan perencanaan perjalanan kali ini, sepertinya juga mereka sedang menunggu teman mereka. Hujan belum juga reda, genangan air pun sudah mulai tinggi. Kekhawatiran dalam diri pasti ada karena hujan deras dan genangan air yang cukup dalam tentulah bisa membahayakan.
Di antara hujan yang deras, terdengar cekikikan para anak muda yang sedang asik mengobrol sambil bercanda tawa. Mereka membicarakan perencanaan perjalanan kali ini, sepertinya juga mereka sedang menunggu teman mereka. Hujan belum juga reda, genangan air pun sudah mulai tinggi. Kekhawatiran dalam diri pasti ada karena hujan deras dan genangan air yang cukup dalam tentulah bisa membahayakan.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Nesia datang dengan menenteng sepatunya yang terbungkus dalam plastik dan kakinya yang tanpa alas apapun berjalan menuju tempatku berteduh. Kami pun langsung bersiap-siap meskipun hujan masih turun. Semua perlengkapan yang dibawa sudah dirapikan, saatnya perjalanan perempuan-perempuan ini dimulai.
Hujan masih dengan mesra mengiringi perjalanan ini, meskipun suaranya tidak merdu namun harum nya begitu hangat untuk menemani awal perjalanan ini (gadis penikmat hujan). Perjalanan belum begitu jauh, masih sekitar beberapa meter saja dari tempat kami berterduh.
Genangan air yang cukup tinggi menghadang perjalanan kami. Saya sempat khawatir sepeda motor akan terhenti karena motor matic mudah berhenti jika mesinnya tenggelam di dalam air. Saya pun berusaha tetap stabil mengendarai motor, kaki pun tidak bisa diturunkan karena sudah pasti sepatu akan basah masuk ke dalam genangan air. Mobil angkutan umum pun tampak terhenti (read: mogok) dan didorong oleh beberapa warga setempat. Finally, saya bisa melewati genangan air yang dalam tersebut dan bisa melanjutkan perjalanan.
Genangan air yang cukup tinggi menghadang perjalanan kami. Saya sempat khawatir sepeda motor akan terhenti karena motor matic mudah berhenti jika mesinnya tenggelam di dalam air. Saya pun berusaha tetap stabil mengendarai motor, kaki pun tidak bisa diturunkan karena sudah pasti sepatu akan basah masuk ke dalam genangan air. Mobil angkutan umum pun tampak terhenti (read: mogok) dan didorong oleh beberapa warga setempat. Finally, saya bisa melewati genangan air yang dalam tersebut dan bisa melanjutkan perjalanan.
Mengendarai motor berdua saja memang tidak begitu menarik karena kami harus terfokus dengan pikiran masing-masing. Saya pun yang mengendarai motor harus konsentrasi dengan jalanan yang terkadang harus diajak bersahabat agar perjalanan ini aman dan selamat sampai tujuan (sstt....tentunya dengan bantuan doa yang dipanjatkan kepada Allah swt).
Kami pun berhenti di Warung Wajik Sakinah Penatapan. Perut sudah mulai lapar karena waktu juga sudah menunjukkan pukul 15.00 wib (jadwal jam makan siang lewat,hikshiks). Kaki dan celana masih terasa basah efek hujan gerimis yang terus ditempuh.
Wajah pun sudah lecek dengan tumpukan debu yang menempel. Kami memilih posisi duduk menghadap pepohonan yang tertutup kabut dan terdengar aliran air di bawahnya. Segelas teh hangat langsung kuminta untuk menghangatkan jiwa yang mulai terasa dingin (tsahhh). Perut yang lapar pun terobati dengan sepiring nasi goreng yang ditambah dengan telur dadar.
Wajah pun sudah lecek dengan tumpukan debu yang menempel. Kami memilih posisi duduk menghadap pepohonan yang tertutup kabut dan terdengar aliran air di bawahnya. Segelas teh hangat langsung kuminta untuk menghangatkan jiwa yang mulai terasa dingin (tsahhh). Perut yang lapar pun terobati dengan sepiring nasi goreng yang ditambah dengan telur dadar.
Setengah jam lebih kami habiskan waktu untuk istirahat disini sambil membersihkan yang harus dibersihkan. Selesai semua dan sedikit hilang rasa lelah maka kami lanjutkan perjalanan. Saya pun mengendarai sepeda motor dengan laju yang cukup cepat karena hari akan semakin gelap apalagi kami belum tahu jalan menuju Silalahi ini.
Saya hanya pernah mengendarai sepeda motor sampai di Brastagi saja. Ketika sudah di Kabanjahe, kami bertanya beberapa kali kepada warga sekitar mengenai arah menuju Silalahi.
Saya hanya pernah mengendarai sepeda motor sampai di Brastagi saja. Ketika sudah di Kabanjahe, kami bertanya beberapa kali kepada warga sekitar mengenai arah menuju Silalahi.
Kami melewati daerah Tiga Panah, kecamatan Merek dan kecamatan lainnya. Ah, rasanya perjalanan ini memang cukup panjang sekali namun sepanjang jalan puji syukur terus kuucapkan karena bisa menghirup udara segar dan menikmati pemandangan ciptaan Allah swt yang tak terkira harganya.
Ketika tiba di kecamatan Merek, tampak terlihat gundukan perbukitan hijau yang sungguh indah dipenuhi pepohonan. Kami pun berhenti di perjalanan untuk mengabadikan moment dalam jepretan kamera. Meskipun awalnya sempat takut karena jalanan sepi, hanya ada seorang ibu dan anaknya yang duduk di pinggir jalan, apalagi kami berhenti pas di depan kuburan umat kristiani yang besar-besar bentuk kuburannya serta ada pemuda-pemuda yang lalu lalang mengendarai sepeda motor (mirip begal,hikshiks).
Setelah berfoto-foto, kami tetap melanjutkan perjalanan hingga menemukan pemandangan yang indah lagi dan berhenti kembali serta bertanya kepada masyarakat setempat mengenai lokasi yang akan kami tuju.
Tampak terlihat sebuah gapura yang bertuliskan nama air terjun sipiso-piso. Kami pun diberhentikan oleh dua orang pria yang meminta biaya retribusi senilai Rp.8000,- untuk berdua, itu artinya biaya dikenakan Rp.4000,- per orang
Ketika tiba di kecamatan Merek, tampak terlihat gundukan perbukitan hijau yang sungguh indah dipenuhi pepohonan. Kami pun berhenti di perjalanan untuk mengabadikan moment dalam jepretan kamera. Meskipun awalnya sempat takut karena jalanan sepi, hanya ada seorang ibu dan anaknya yang duduk di pinggir jalan, apalagi kami berhenti pas di depan kuburan umat kristiani yang besar-besar bentuk kuburannya serta ada pemuda-pemuda yang lalu lalang mengendarai sepeda motor (mirip begal,hikshiks).
Setelah berfoto-foto, kami tetap melanjutkan perjalanan hingga menemukan pemandangan yang indah lagi dan berhenti kembali serta bertanya kepada masyarakat setempat mengenai lokasi yang akan kami tuju.
Tampak terlihat sebuah gapura yang bertuliskan nama air terjun sipiso-piso. Kami pun diberhentikan oleh dua orang pria yang meminta biaya retribusi senilai Rp.8000,- untuk berdua, itu artinya biaya dikenakan Rp.4000,- per orang
Hal yang buat kami terus tertawa adalah ketika warga setempat yang kami tanya tadi mengatakan bahwa yang datang ke Silalahi ini biasanya berpasang-pasangan. Namun kenapa lah kami datang hanya berdua dan keduanya perempuan (single lady,hikshiks).
Setelah warga setempat berkata seperti itu,dua pria di pintu masuk untuk pembayaran reteibusi juga mengatakan tentang keberanian kami menuju lokasi tersebut. Kami pun mengatakan berani (ada Allah swt). Namun setelah melewati jalanan turunan yang cukup terjal,dimana sebelah kiri adalah tebing dan kanan adalah jurang maka saya pun memutuskan berhenti sejenak.
Di tempat perhentian ini,langsung terlihat air terjun sipiso-piso yang nampak indah meskipun dari kejauhan. Perjalanan ini sungguh memacu adrenalin saya karena pertama kali memberanikan diri melalui jalanan perbukitan yang tak pernah sebelumnya.
Saat kami berhenti, seorang ibu yang merupakan warga setempat langsung menghampiri dan menanyakan mengenai kendaraan kami. Ia mengira ada terjadi kerusakan. Saya pun menelepon Luqman untuk menjemput di atas. Setelah saya menelepon,datang dua orang pemuda menghampiri. Salah seorang menawarkan diri untuk mengantarkan kami sampai melewati jalanan turunan ini namun tidak sampai ke lokasi tujuan.
Saya yang sulit mempercayai,hanya diam saja karena orang asing juga patut dicurigai. Hingga akhirnya datang suami dari ibu-ibu tadi dan mengatakan bahwa kedua lelaki tadi juga warga setempat sehingga saya pun menerima tawaran dan langsung menukar posisi ke lelaki tersebut.
Sepanjang jalan dalam boncengan lelaki yang mengaku namanya Ardi itu banyak obrolan yang tercipta. Segala hal yang berhubungan tentang alam menjadi topik bahasan. Ia ternyata seorang fotografer dan dengan gayanya mengatakan jika kami diganggu sebut saja namanya karena sudah dikenal di daerah tersebut.
Matahari sudah tak tampak, suara jangkrik sudah saling sahut-sahutan. Hanya langit gelap terlihat,kondisi jalanan tidak terlalu tampak,hanya diterangi lampu dari sepeda motor. Ketika saya kembali mengendarai sepeda motor, saya langsung menghubungi Luqman untuk bertemu di suatu tempat.
Kami pun bertemu di persawahan. Suasana makin gelap. Saya mengikuti Luqman dari belakang. Kami menuju tempat ngecamp Luqman yang sangat sunyi dan gelap. Saya dan Nesia memutuskan untuk ngecamp di bawah dekat air di pulau situngkir.
Finally, Tiba di Pulau Situngkir
Yeai, sepeda motor sudah penuh terparkir disini. Saya merasa ini seperti di pasar sambu saja (hahaa). Kami pun menuruni jalanan hingga menuju tempat ngecamp di dekat air danau toba.
Saya melihat banyak tenda berwarna-warni yang tak terlalu terlihat jelas karena sudah malam dan gelap. Suara nyanyian dan obrolan dari para pengunjung pun terdengar begitu ribut. Tempat ini dikelola oleh masyarakat setempat,hal itu terlihat ketika kami akan memasuki areal ini ada petugas yang meminta biaya masuk lagi. Syukurnya si Luqman dikenal oleh mereka sehingga kami pun tidak membayar biaya masuk lagi.
Tubuh ini rasanya sudah ingin terletak di kasur empuk yang bisa mengurangi rasa lelah. Saya pun terduduk di pasir-pasir sambil menunggu Luqman dan teman lainnya memasangkan tenda. Suasana malam ini sungguh dinikmati, suara air yang merdu,cahaya bulan yang terang,suara gitar dan nyanyian para pengunjung,hawa dingin yang menusuk jiwa,perbukitan indah serta rasa rindu yang mendalam di jiwa (ah..sempurna).
Saya merasa semua yang disini seperti saudara. Solidaritas satu sama lain terlihat begitu terjaga. Saya dan Nesia memulai obrolan dengan teman-teman yang berada di tenda sekitar. Teman Luqman menemani kami malam ini,mereka mulai berkeliling mencari pengunjung lain yang sedang memasak (read: cari makan gratisan,hahaha).
Saya pun diajak menikmati makan bersama. Ayam panggang siap dinikmati. Dua pasang anak muda yang memasak masakan ini. Kami pun ikut makan malam bersama mereka dalam satu wadah yang sama (read:kertas plastik pembungkus). Kami terlihat akrab meskipun awalnya tidak saling kenal.
Waktu menunjukkan pukul 22.00 wib, tubuh dan mata yang lelah sudah sulit diajak kompromi. Saya langsung masuk ke dalam tenda dan memulai istirahat untuk malam ini. Di luar tenda masih terdengar sangat ramai, saya pun hanya bisa menikmati.
Selamat Pagi Matahari
Caelah, tidur paling cepat bangun paling lama (tentu tidak donk,ahhah). Saya bangun pukul 05.00 wib,menanti matahari yang akan bersinar indah pagi ini. Para pengunjung lainnya ada yang masih tidur, ada juga yang sedang menikmati sambil memotret matahari pagi ini.
Udara terasa begitu dingin, apalagi tidak mandi sejak kemarin sore maka kulit akan semakin merasa dingin karena belum ada tersentuh air. Saya naik ke atas bukit untuk menikmati moment matahari terbit pagi ini serta tetap mengabadikan dalam jepretan kamera.
Selesai mendapatkan moment langit pagi ini, saya dan Nesia memulai untuk berkeliling hunting foto. Kami pun menjelajahi setiap tempat. Duh, paling males jika sudah digodain. Ada sekumpulan cowok-cowok yang memperhatikan aksi foto-foto kami. Salah seorang dari mereka dengan iseng mengambil kamera dan berpura-pura memotret saya dan Nesia sambil memanggil agar kami menolehkan wajah. Saya tahu itu hanya bohongan saja,pasti cuma suka iseng saja.
Aksi Bersih Danau Toba
Well, sebenarnya tujuan awal dari perjalanan ini bukan sekedar ngecamp namun untuk melakukan aksi bersih sampah seputaran lokasi camp ini. Ketika rekan-rekan dari Pariwisatasumutcom datang maka kami pun memulai aksi pagi ini.
Tim Luqman juga ikut melakukan aksi bersih ini. Masing-masing kami memegang goni yang nantinya digunakan untuk wadah sampah yang dikutip selama berkeliling. Sebuah pin cantik pun mendarat dari tim Pariwisatasumutcom.
Kemarin tim MTMA Sumut sudah melakukan aksi bersih ini juga namun sampah terus bertambah. Saya heran dengan pemikiran para pemuda-pemudi yang datang kesini. Mereka mengaku pecinta alam namun tidak menghargai alam (cinta tak dihargai,itu cinta apaan,hahaha).
Saya menemukan banyak sampah aneh-aneh. Botol minuman keras pun ada disini. Kemarin, tim lain juga menemukan alat kontrasepsi (uhhh,,entahlah). Sampah ditumpukkan di suatu tempat dan nantinya akan dibawa.
Selesai aksi ini,saya dan Nesia pun langsung berangkat pulang ke Medan. Saya tidak mau nanti terlalu sore tiba di Medan karena ingin beristirahat ketika tiba di rumah.
Kami pun pamit dengan teman-teman dan langsung menuju parkiran sepeda motor. Disini memang saling tolong menolong itu terjaga. Ketika saya masih berusaha mengeluarkan sepeda motor, pengunjung lain langsung menawarkan pertolongan. Sepanjang jalan, pengunjung lain pun terus membunyikan klakson untuk menegur kami dan tetap mengucapkan hati-hati. Mereka masih heran sepertinya ketika saya dan Nesia hanya berdua saja apalagi perempuan yang mengendarai sepeda motor ini.
Setelah tiba di seputaran Brastagi, kami berhenti di Warung Wajik Peceran Bahagia untuk menyantap makan siang. Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 wib yang artinya memang sudah lewat jam makan siang. Saya langsung memesan teh manis dingin karena sedang ingin menikmati yang segar. Sepiring ayam penyet pun datang sesuai pesanan. Oh ya, saya juga mencicipi aneka kue dan tentunya wajik yang menjadi ciri khas.
Perut sudah mulai terisi dan hari semakin sore. Saya dan Nesia pun langsung melaju agar segera sampai di rumah. Syukurnya perjalanan ini tanpa kemacetan sehingga nyaman dan bisa melaju kencang. Kami pun tiba di rumah masing-masing. Next, kita akan melalak cantik lagi.