Matahari sudah mulai menampakkan wujud perlahan-lahan, aroma embun pagi yang menyenangkan mulai terhirup saat kubuka pintu balcony dari kamar di New Asia Heritage Hotel Penang. Saat terbangun yang terlihat adalah wajah teman ngetrip yang masih terlelap. Bunyi alarm dari smartphone Thawi menjadi pengganggu hingga pagi ini,
Halo kawan melalak cantik,
Aku mau lanjutin cerita perjalanan melalak cantik yang rempong bersama tiga lelaki single yang baik-baik dan sayang orang tua di Penang dan Hat Yai, sebelumnya sudah baca part pertama donk. Hayo siapa yang belum baca? Boleh mampir ke Travelling Rempong Penang-Hat Yai 2018 (Part 1) .
Menikmati Pagi New Asia Heritage Hotel
Saat terbangun pukul 06.00 pagi, aku langsung beranjak dari bed menuju pintu balcony, kubuka perlahan dan melihat sudah ramai yang berlalu lalang. Pemandangan yang tampak adalah bangunan-bangunan tua yang memiliki arsitektur yang sudah puluhan atau bahkan ratusan tahun. Lokasi New Asia Heritage Hotel yang menjadi tempat penginapan kami memang di kawasan pecinaan yang sepi saat malam hari sehingga aura yang dirasakan pun sedikit berbeda lah seperti yang kuceritakan pada artikel sebelumnya.
Aku mandi terlebih dahulu karena sudah dipastikan harus antri dengan ketiga kawan ngetrip ku, apalagi hanya ada satu kamar mandi yang ada di dalam kamar tersebut. Selesai mandi, Nanang sudah mengeluarkan mie gelas yang sudah lengkap dengan mini cup dan garpu sehingga tidak perlu repot mencari perlengkapan makan. Aku cukup menunggu dan kemudian mie pun siap disantap karena Fajar sudah membuatkan sekalian untukku. Aku memakan mie dan berdandan sembari menunggu ketiga temanku bersiap-siap juga.
Saat semua sudah bersiap diri untuk berpetualang, kami pun segera check out dan langsung pergi mencari grab menuju pelabuhan. Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00, kami pun segera mencari ferry yang akan segera berlayar. Nah, kita bisa langsung masuk tanpa membayar jika dari George Town untuk menyebrang ke Butterworth namun sebaliknya nanti kita bayar.
Perjalanan tidak begitu lama,hanya sekitar lebih kurang 30 menit saja. Kapal penyebrangan ini sudah didesain bagus untuk menampung para penumpang sehingga lebih aman dan nyaman. Kamu yang ingin menyebrang tidak perlu menunggu terlalu lama karena kapal akan bergerak sesuai waktu yang sudah ditentukan.
Penyebrangan ferry |
Butterworth Train Station
Saat tiba di stasiun Butterworth, Nanang langsung berjalan menuju counter dan memesan tiket untuk 4 penumpang. Biaya transportasi KTM (Kereta api Tanah Melayu) dari Butterworth Station menuju Padang Besar sekitar RM 11,4 per orang. Perjalanan tidak terlalu lama,hanya memakan waktu hingga lebih kurang 2 jam.
Selama perjalanan,kami hanya bercanda tawa sambil sibuk memesan kamar hotel selama di Hat Yai. Yeah, biasanya aku sudah menyiapkan semua untuk perjalanan namun ini dikarenakan pergi beramai-ramai maka tidak mempermasalahkan jika kamar belum dipesan meskipun khawatir kejadian seperti di Penang terjadi kembali yang mana harus rempong kesana kemari mencari penginapan.
Kami semua sudah memesan hotel tipe dormitory menggunakan aplikasi Traveloka masing-masing dan memilih The Hive Hostel Hat Yai. Kode booking pun sudah masuk ke email maka aman tidur malam ini pikirku.
Btw, ada hal yang tidak kusuka di KTM saat perjalanan ini adalah saat melihat penumpang yang tidak mentaati peraturan. Ada beberapa aturan yang sudah tertempel di kereta,salah satunya adalah dilarang makan dan minum. Namun, ada beberapa orang yang sangat menikmati makanannya sementara aku dan teman-teman sedang menahan kelaparan karena kami membaca peraturan tersebut.
Cuaca Panas di Stasiun Padang Besar
Finally, aku bersama teman-teman perjalanan tiba di stasiun Padang Besar. Kami mulai turun perlahan dari KTM dan mencari ruangan untuk cop paspor. Setelah memasuki ruangan hingga keluar lagi dan masuk lagi tapi belum menemukan ruangan tersebut. Ini bukan pertama bagiku melewati border tapi sudah hampir setahun dan lupa posisi pasti dari ruangan cop paspor yang mau dituju.
Kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu karena perut sudah keroncongan. Yeah,mengingat saat pagi tadi hanya konsumsi mie instan yang sedikit. Kami memasuki kedai makan yang tidak jauh dari tempat berkeliling. Ternyata makanan yang sudah dimasak pun habis karena sudah lewat pukul 1 siang.
Penjual kedai menawarkan menu lain yang masih harus dimasak terlebih dahulu . Mie goreng menjadi pilihan siang itu bersama segelas teh o ais karena cuaca sungguh panas siang itu. Saat makanan datang,ternyata hasil masakannya sungguh di luar dugaan karena rasanya sangat lezat dan harga pun masih standar untuk backpacker seperti kami bertiga.
Melanjutkan perjalanan untuk mencari border jauh lebih baik saat perut sudah terisi. Tubuh pun lebih segar membawa backpack yang hampir 8kg ini. Setelah bertanya kepada petugas yang dijumpai,kami menemukan beberapa ruang kecil berjajar yang ternyata ruangan imigrasi keluar untuk cop paspor dari Malaysia.
Setelah mendapatkan cop paspor keluar dari imigrasi Malaysia di Padang Besar lanjut berjalan menuju imigrasi Hat Yai. Banyak calo yang menawarkan kartu imigrasi yang diperjualbelikan oleh warga disana. Kami terus berjalan menuju ruangan imigrasi dan melihat banyak yang sudah mengantri di dalam.
Mengisi form kedatangan di imigrasi adalah keharusan bagi seluruh pendatang maka kami mengisi data pada form tersebut terlebih dahulu. Selanjutnya, kami tidak ikut mengantri dan langsung masuk ke sebuah ruangan yang sudah ada petugas di dalamnya karena untuk beberapa warga asing langsung ke dalam ruangan tersebut. Duh,aku teringat setahun yang lalu saat travelling sendirian dan memasuki ruangan ini diarahkan oleh petugas imigrasi yang jauh lebih ramah menurutku dibanding di negeri sendiri.
Petugas langsung memberikan cop pada paspor ku tanpa begitu banyak pertanyaan, hanya bertanya berapa lama tinggal disana. Oh yeah, kamu yang berkunjung ke Thailand melalui jalur darat,hanya ada dua kali kesempatan dalam setahun bagi pemegang paspor Indonesia melalui jalur darat tersebut. Hal ini mungkin dikarenakan banyaknya pekerja Indonesia yang ilegal di Malaysia sehingga mengantisipasi mereka untuk bolak balik cop paspor Malaysia-Thailand agar bisa bekerja tanpa membayar visa kerja.
Waktu semakin sore dan makin lelah untuk melanjutkan perjalanan menuju downtown Hat Yai. Ada banyak supir van yang menawarkan jasa untuk membawa penumpang dengan aneka ragam harga. Ilmu tawar menawar dibutuhkan disini karena bisa ditipu oleh supir, aku teringat setahun lalu ditawari oleh calo dan membayar dengan biaya di atas harga normal biasanya. Kami yang berempat dikenakan biaya 1000baht. Ini sebenarnya cukup mahal namun dikarenakan sudah terlalu lelah maka yah sudahlah naik saja.
Hal yang menyebalkan adalah ternyata supir tidak tahu posisi hotel yang akan dituju. Ia berkali-kali menelepon temannya dan saat tiba di hotel ternyata ia pun tak ada kembalian uang. Uhh rempong lagi dan lagi karena kami pun tidak bisa menukar uang.
Kerempongan di The Hive Hostel Hat Yai
Kerempongan tidak berakhir begitu saja, saat sudah senang bisa langsung istirahat ternyata penginapan yang sudah dipesan dan dibayar sudah penuh. Pihak Traveloka belum konfirmasi ke hostel tersebut bahwa sudah ada pemesananan melalui aplikasi, Segala spekulasi muncul dalam pikiran kami tentang hostel ini, apakah pihak hostel sudah menjual terlebih dahulu sebelum kami tiba dan aneka pikiran lainnya.
Permasalahan tidak selesai dengan cepat karena uang kami pun tidak kembali begitu saja. Resepsionis hostel membantu untuk menelepon pihak Traveloka agar uang dikembalikan, ia menelepon yang ada di Thailand kemudian dilanjutkan menghubungi ke Indonesia. Ia pun tampak bingung juga namun syukurnya tetap bersikap ramah. Ini adalah kerempongan yang super komplit menurutku karena saat tubuh sudah lelah, eh tempat tinggal juga belum nampak kejelasannya.
Permasalahan tidak selesai dengan cepat karena uang kami pun tidak kembali begitu saja. Resepsionis hostel membantu untuk menelepon pihak Traveloka agar uang dikembalikan, ia menelepon yang ada di Thailand kemudian dilanjutkan menghubungi ke Indonesia. Ia pun tampak bingung juga namun syukurnya tetap bersikap ramah. Ini adalah kerempongan yang super komplit menurutku karena saat tubuh sudah lelah, eh tempat tinggal juga belum nampak kejelasannya.
Lobi The Hive Hostel Hat Yai |
Kami menunggu hingga semakin sore dan mulai mencari hotel lainnya. Resepsionis memberikan beberapa rekomendasi dan pilihan berikutnya jatuh kepada WE Hostel yang tidak jauh dari lokasi The Hive Hostel tersebut. Berjalan tidak terlalu bersemangat dengan kondisi tubuh sudah lelah dan menggendong backpack pula.
Drama di WE Hostel
Namanya travelling rempong maka drama pun tidak segera selesai begitu saja, lanjutlah di WE Hostel yang mana ruangan sudah penuh juga untuk kami berempat. Ada tersisa female room namun ada seorang wanita yang akan check out sore ini. Beberapa di antara kami masih memperdebatkan ruangan karena ada yang mau menikmati tidur sekamar ramai bersama turis lainnya sementara hanya tersisa dua dan biaya juga yang berbeda harga dari tiap ruangannya pun menjadi pertimbangan bersama-sama. Uhh inilah drama di WE Hostel namanya.
Lobi WE Hostel |
Toko-toko souvenir di sekitar WE Hostel |
Quote Menarik di WE Hostel |
Bentuk bunk bed dormitory WE Hostel Hat Yai |
Kami pun menunggu hingga seorang wanita yang menginap sendiri itu keluar, syukur saja resepsionis ramah dan bisa berbahasa yang bagus. Kami masih nyaman berada disitu meskipun aku tetap merepet dengan kondisi drama sejak kemarin malam. Akhirnya aku boleh masuk terlebih dahulu karena perempuan sehingga bisa mandi dan merebahkan tubuh sesaat hingga malam hari. Cerita lanjutan kegiatan pada malam itu dilanjutkan pada artikel khusus yang lebih menyenangkan tanpa drama yah. Sampai ketemu di cerita berikutnya, kawan melalak cantik harus bersiap membaca kelanjutannya yah.
Blog: http://www.melalakcantik.com/
Instagram: https://www.instagram.com/melalakcantik/
Instagram: https://www.instagram.com/ririnwandes/
Twitter: https://twitter.com/Ririnwandes